Pernyataan Pers
Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender dalam Penanganan Covid-19 (Pokja PUG Covid-19)
“Urgensi Pengarusutamaan Gender dalam Penanganan Pandemi COVID-19”
Kami, perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil dari 21 propinsi, telah bekerja pada bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menyatukan diri dalam sebuah Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender dalam Penanganan Covid 19 (Pokja PUG Covid 19) yang selanjutnya disebut Pokja. Pentingnya dibentuknya Pokja PUG Covid 19 adalah untuk memastikan implementasi kebijakan PUG di Indonesia diterapkan ke dalam Penanganan Bencana secara sistematis dan masif.
Kami bangga bahwa negara memiliki komitmen kuat untuk melakukan PUG yang secara tegas dinyatakan dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender oleh Presiden Abdurahman Wahid. Sejumlah peraturan turunan untuk menginstitusionalisasikan perspektif gender dalam perencanaan, implementasi, monitoring evaluasi dan penganggaran telah dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri dalam Permendagri No. 67 tahun 2011 tentang Perubahan Permendagri No. 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah, pada Pasal 4 Ayat 1 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender. Indonesia juga telah mengeluarkan kebijakan perlindungan perempuan dari tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga,melalui UU No. 23 tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang kemudian diturunkan dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan di seluruh propinsi. Serta diperkuat dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 460/813/SJ yang ditujukan kepada Gubernur dan bupati/wali kota seluruh Indonesia tentang kewajiban membuat program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, maka daerah saat ini telah memiliki kebijakan menjalankan sebagaian dari mandar PUG yang diinstruksikan oleh Presiden pada 19 Desember 2000.
Kami, ingin menegaskan kembali bahwa kebijakan PUG dalam situasi darurat penanganan bencana, sudah dikeluarkan melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 13 tahun 2014 tentang PUG dalam Penaganan bencana, yang didalamnya mengatur kewajiban memperhatikan pengalaman perempuan dan anak perempuan pada saat bencana agar intervensi penanganan sesuai dengan kebutuhan perempuan. Perka BNPB No. 13 tahun 2014 ini merupakan satu-satunya regulasi pemerintah yang seharusnya dijadikan rujukan bagi Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19. Sayangnya Perka ini tidak menjadi rujukan hukum dalam pembentukan SK Satgas Percepatan Penanganan Covid 19 No. 18 tahun 2020, yang versi revisinya dikeluarkan pada tanggal 29 April 2020.
Kami, Pokja PUG Covid 19 sangat mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam memastikan PUG terjadi, diantaranya adalah; Pertama, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencoba mendorongkan pentingnya data terpilah pada korban covid 19. Kedua, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meluncurkan gerakan BERJARAK, membangun kordinasi dengan kementerian lain, pencegahan kekerasan berbasis gender, memastikan layanan korban tersedia. Ketiga, Kantor Staf Presiden (KSP) telah meluncurkan Layanan Sejiwa untuk akses konsultasi psikologis bagi masyarakat. KSP juga mendorongkan terobosan pada tiga hal yaitu: Pada aspek kesehatan, sejumlah intervensi memastikan tidak ada pengurangan budget alokasi untuk kesehatan reproduksi, memastikan kebutuhan pasien perempuan Covid 19, mitigasi KDRT, serta kebutuhan tenaga kesehatan perempuan. Pada Jaring Pengaman Sosial, didorongkan agar dukungan pada perempuan di sektor informal dan sektor enterprenur mendapatkan dukungan, penambahan kategori pada penerima bantuan (misalnya perempuan kepala keluarga (Pekka). Pada aspek ekonomi memastikan bahwa perempuan yang kehilangan pekerjaan karena penutupan sekolah dan kantor-kantor mendapatkan dukungan konkrit.
Kami, menganalisis bahwa kebijakan pembatasan fisik yang kemudian diluaskan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dibarengi dengan ketidakmerataan respon daerah, karena faktor kapasitas dan kepemimpinan, masih menyisakan banyak masalah mulai dari ekonomi, pangan, sampai munculnya kekerasan berbasis gender. Pokja melihat ada empat masalah besar yang masih harus direspon secara serius oleh pemerintah dengan mengunakan kebijkan PUG yang tersedia.
Pertama, dari aspek ekonomi, warga kelas miskin kehilangan sumber penghidupannya karena, ribuan pekerja bekerja dirumah atau dirumahkan. Efek belajar dirumah yang menggunakan metode online juga menghantam keluarga miskin yang tidak memiliki akses internet dan lainnya. Pemberlakukan sistem bekerja dirumah (Work From Home) juga membuat perempuan mengalami multi beban, karena tidak didukung oleh pembagian peran dan pengasuhan yang setara dalam keluarga.
Kedua, aspek kesehatan. Meskipun jumlah kasus perempuan lebih sedikit, tetapi kebutuhan pasien perempuan terkait kesehatan reproduksinya perlu diperhatikan. Mobilisasi dokter-dokter untuk penanganan Pasien Covid 19 membuat layanan kesehatan reproduksi menurun. Kerentanan tenaga medis perempuan yang di garda depan semakin tinggi, karena Alat Pelindung Diri (APD) tidak memiliki ukuran khusus perempuan.
Ketiga, trend peningkatan kekerasan terhadap perempuan dan anak selama masa pandemic. Data-data SIMFONI PPA per 2 Maret-25 April 2020 tercatat 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa dengan total korban sebanyak 277 orang dan 368 kasus kekerasan yang dialami anak, dengan korban sebanyak 407 anak. Sementara sampai saat ini belum ada ketentuan kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mekanisme layanan korban kekerasan selama pandemi berlangsung, dengan menyesuaikan kondisi pembatasan sosial.
Keempat, Program Bantuan Sosial yang disediakan dan didistribusikan mulai dari Pemerintah Pusat, Daerah, sampai dengan Desa juga belum tepat sasaran dan netral gender. Sejumlah bantuan sosial diterimakan kepada masyarakat yang sebenarnya merupakan kategori keluarga mampu. Jenis bantuan yang diberikan juga belum memenuhi kebutuhan spesifik warga yang memiliki keragaman kebutuhan seperti lansia, disabilitas, balita, ibu hamil, orang dengan HIV AIDS, masyarakat terpencil dan kelompok marjinal lainnya. Hal ini terjadi karena respon kedaruratan belum menggunakan data pilah gender dan analisa kebutuhan berbasis gender.
Kami, sangat yakin bahwa ketimpangan gender dalam penanganan Covid 19 masih terjadi karena belum dijadikannya PERKA No. 13 Tahun 2014 Tentang PUG dalam Penanganan Bencana, sebagai landasan dalam kerja-kerja Satgas Percepatan Penanganan Covid 19, dan seluruh jajaran pemerintah. Absenya Perka BNPB No. 13 tahun 2014 ini berdampak serius kepada:
Pertama, tidak terwujudnya representasi perempuan dalam Gugus Tugas Penanganan COVID 19 mulai dari tingkat nasional, daerah sampai dengan desa. Padahal pasal 17 dokumen PERKA telah mengatur perlunya perwakilan yang seimbang antara perempuan dan laki-laki untuk terlibat sejak dalam perencanaan, dan masuk dalam tim kaji cepat tanggap darurat yang istilahnya disesuaikan dengan istilah Gugus Tugas mulai tingkat nasional, daerah sampai desa. Keterwakilan perempuan sejatinya membantu memberikan masukan berdasarkan pengalaman-pengalaman spesisik yang dialami oleh warga dalam menghadapi situasi darurat.
Kedua, Dalam koordinasi yang dilaksanakan oleh POKJA PUG Covid 19 pada tanggal 29 April 2020, menunjukkan belum ada pemahaman yang sama tentang PERKA PUG dari nasional sampai daerah, hal ini menandai bahwa sosialisasi PERKA belum dilakukan secara optimal baik lintas Kementrian/Lembaga di nasional dan daerah.
Oleh karena itu pandemi covid 19 yang menghantam secara global termasuk Indonesia harus menjadi momentum yang tepat untuk memahami urgensi pengarusutamaan gender dan komitmen mengimplementasikannya dalam respon kedaruratan bencana, agar setiap warga bangsa ini memperoleh hak perlindungan yang setara dan adil untuk keluar dari masa sulit pandemi covid 19.
Dalam pernyataan pers ini POKJA PUG Covid 19, mengajukan rekomendasi kepada beberapa kementerian dan lembaga terkait diantaranya adalah:
A. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
1) Melakukan monitoring yang tersistem terhadap pelaksanaan Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan gender dalam pembangunan di setiap kementrian dan Lembaga negara sebagai sebuah bentuk keseriusan pemerintah dalam mengintergrasikan dan internalisasi perspektif gender di dalam setiap program, kebijakan dan anggaran kerja pemerintah.
2) Membangun sinergisitas dan koordinasi regular dengan K/L lainnya dalam pelaksanaan PUG di setiap kebijakan, program dan anggaran negara. Sehingga dapat dipastikan bahwa PUG menjadi prinsip dan nilai di setiap K/L negara dalam melakukan penanganan dan penanggulangan bencana.
3) Membuat juklak dan juknis untuk implementasi PUG dalam lingkup kebencanaan baik itu di kebijakan, program dan anggaran bagi semua K/L sehingga terbangun perspektif yang sama dalam upaya menciptakan kehidupan yang adil dan setara.
4) Melakukan upgrading fungsi P2TP2A (UPTD) dengan memperkuat sumber daya manusianya, melibatkan lembaga pengada layanan lainnya secara teintegrasi, memberikan dukungan anggaran, memberikan fasilitas shelter yang aman dan nyaman bagi korban, agar upaya untuk penanganan kasus KTPA bisa dilakukan secara komprehensif dengan selalu bekerjasama dengan berbagai pihak non pemerintah, termasuk kelompok perempuan.
5) Melakukan update dan pemutakhiran sistem Data SIMFONI, termasuk memastikan adanya konektivitas data mulai dari level desa (atau yg setara dengan desa) dengan melibatkan PATBM (atau inisiatif dan atau institusi sejenis) untuk kepentingan adanya data pengaduan kekerasan terhadap perempuan dengan membuat data based terintegrasi dengan semua Pengada Layanan di seluruh Indonesia dan melaporkan secara reguler tentang perkembangan kasus dan penanganan korban selama masa pandemi secara komprehensif.
6) Perlunya pendataan yang terperinci untuk ditindaklanjuti secara tepat sesuai jenis kekerasan, jenis kelamin, usia, dan disabilitas. Selain itu, memerhatikan bahwa anak perempuan memiliki kerentanan berbeda, termasuk risiko terhadap perkawinan anak, kekerasan seksual, kekerasan emosional, eksploitasi, dan bentuk kekerasan lainnyan sehingga perlu upaya pencegahan, layanan, serta penanganan dan pendampingan yang komprehensif dan bersinergi dengan lembaga/institusi lain di seluruh level.
7) Melakukan penguatan layanan TESA 129 sebagai hotline yang ramah anak, sehingga anak-anak, anak perempuan yang selama ini ada hambatan untuk melapor kepada orang terdekat atau orang dewasa lainya bisa langsung melapor dengan nyaman kepada tim TESA 129.
8) Menciptakan ruang partisipasi yang aman dan bermakna untuk anak,kaum muda perempuan dam situasi pandemic covid 19, agar apa yang menjadi ide,pemikiran anak,kaum muda perempuan bisa disuarakan dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
B. Badan Nasional Penanggulangan Bencana – Satgas Covid 19
1) Menggunakan PERKA No. 13 Tahun 2014 tentang PUG dalam kebencanaan sebagai landasan hukum dalam pembuatan kebijakan, program dan anggaran penanggulangan pandemic Covid 19 mulai dari perencanaan sampai impelemntasinya. Sehingga pemenuhan hak-hak warga negara tanpa kecuali baik itu perempuan, kelompok disabilitas, kelompok orientasi seksual yang berbeda dan kelompok minoritas lainnya dapat dipenuhi dalam masa pandemic covid19.
2) Sosialisasi Perka No. 13 Tahun 2014 tentang PUG dalam kebencanaan kepada seluruh jajaran BNPB atau Satgas Covid 19 mulai nasional sampai daerah untuk menjadi landasan kerja bersama dalam penanganan covid 19.
3) Komposisi kepemimpinan Satgas Covid19 yang gender balance mulai dari tingkat nasional sampai daerah. Memberikan ruang untuk perempuan menjadi bagian dari kepemimpinan di Satgas Covid19.
4) Membuka ruang pastisipasi kepada masyarakat sipil untuk bersama-sama melakukan kerja-kerja deteksi dini penanganan dan pencegahan covid 19 serta rehabilitasi dan resintegrasi sosial, dan mengintegrasikan inisiatif-inisiatif baik yang telah dilakukan masyarakat sipil sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kerja sinergi untuk keluar dari masa sulit pandemi covid 19.
5) Perlunya pendataan yang terperinci untuk ditindaklanjuti secara tepat sesuai jenis kekerasan, jenis kelamin, usia, dan disabilitas. Selain itu, memerhatikan bahwa anak perempuan memiliki kerentanan berbeda, termasuk risiko terhadap perkawinan anak, kekerasan seksual, kekerasan emosional, eksploitasi, dan bentuk kekerasan lainnyan sehingga perlu upaya pencegahan, layanan, serta penanganan dan pendampingan yang komprehensif dan bersinergi dengan lembaga/institusi lain di seluruh level.
C. Kementrian Dalam Negeri
1) Membuat sebuah kebijakan tertulis yang merupakan turunan atau untuk memperkuat implementasi Perka No 13 Tahun 2014 tentang PUG di setiap daerah sampai tingkat desa/ kelurahan. Dimana kebijakan ini nantinya akan menjadi landasan kerja setiap daerah dalam membuat kebijakan, program dan anggara penanggulangan Covid19 di masing-masing wilayah kerjanya.
2) Membangun sinergisitas dan koordinasi dengan Satgas Covid 19 dan KPPPA untuk memastikan implementasi Perka No. 13 Tahun 2014 sampai tingkat desa/kelurahan.
3) Memastikan setiap propinsi, kabupaten dan kota menjalankan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 460/813/SJ tahun 2018, tentang program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan mempertimbangkan kondisi darurat covid 19 dan sinergi dengan Dinas-Dinas Terkait di tingkat daerah. Mendorong pengalokasian anggaran untuk mendukung penanganan korban kekerasan terhadap perempuan, termasuk pengadaan shelter.
4) Mengintegrasikkan data kependudukan dan pencatatan sipil dengan layanan jaring pengaman sosial serta skema dukungan kedaruratan pemerintah lainnya untuk memastikan setiap warga negara terutama perempuan, orang muda perempuan dan anak yang menjadi bagian dari kelompok rentan terakomodir dalam setiap skema layanan dan dukungan.
D. Kementrian Sosial
1) Bersama dengan Kementerian Kordinator PMK dan Kementerian dalam Negeri mendorongkan terwujudnya data terpilah terintegrasi dari seluruh program kementerian yang memberikan bantuan langsung berupa program bantuan sosial kepada korban covid 19 maupun korban akibat dampak PSBB dengan memperluas kriteria cakupan penerima bantuan yang menunjukkan kerentanan karena kehilangan penghasilan harian
2) Menurunkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 kedalam Juklak dan juknis Kementerian Sosial, khususnya dalam hal pengurusan bantuan sosial dalam situasi darurat, agar proses pendataan bisa dilakukan update berkala, distribusi bantuan melibatkan pemimpin perempuan di tingkat lokal, dan evaluasi pantuan melibatkan para peneliti.
3) Memperkuat hotline TEPSA 1500771 sebagai salah satu alternative layanan yang mudah dan cepat di akses, sehingga anak-anak perempuan, orang dewasa bisa melapor tentang adanya dugaan kekerasan anak atau terkait masalah sosial anak, anak perempuan yang terdampak pandemic covid 19.
E. Kementrian Desa
1) Menggunakan Perka No.13 Tahun 2014 sebagai salah satu landasan kebijakan Kemendes dalam menjalankan Surat Edaran No. 11 tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Menteri Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid 19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa, untuk memastikan pelibatan organisasi dan pemimpin perempuan, dan modalitas lokal dalam Desa Tanggap Covid 19, menggunakan analisis gender dalam asesmen pembentukan tiga kegiatan Desa tanggap covid 19 yaitu Sosialisasi Covid 19, Pembentukan Rumah Isolasi, dan Pemantauan Mobilisasi warga.
2) Mensinergikan Program Desa Tanggap Covid 19 dengan program-program pemerintah lainnya, khususnya pada data penerima bantuan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dengan berbagai bentuk bantuan sosial lainnya, menjadi data satu pintu, yang menggunakan prinsip data terpilah, membuka katerogori-kategori baru dalam status sosial di masyarakat. Misalnya melibatkan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) sebagai penerima bantuan
3) Membuat juklak dan juknis tentang PUG dalam kebijakan, program dan penganggaran Desa, termasuk mempertimbangkan kondisi darurat seperti konflik sosial, bencana alam, dan bencana wabah, sehingga ketika krisis terjadi program-program desa mencerminkan sensitifitas gender.
F. Kementrian Pendidikan
1) Memastikan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) tersosialisasikan dan dipahami oleh seluruh stakeholders pendidikan yaitu Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru-guru, Orang tua wali murid dan peserta didik, sehingga pembelajaran dari rumah betul-betul dijalankan dengan mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah.
2) Memastikan pihak sekolah menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung kelancaran proses belajar-mengajar selama situasi darurat ini, seperti yang dituliskan dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19), pada poin Nomor 6 yaitu “Dana Bantuan Operasional Sekolah atau Bantuan Operasionai Pendidikan dapat digunakan untuk pengadaan barang sesuai kebutuhan sekolah termasuk untuk membiayai keperluan dalam pencegahan pandemi Covid- 19 seperti penyediaan alat kebersihan, hand sanitizer, disinfectant, dan masker bagi warga sekolah serta untuk membiayai pembelajaran daring/jarak jauh (PJJ)“
3) Melakukan monitoring secara berkala penerapan PJJ pada wilayah dan komunitas yg berbeda, termasuk dampaknya terhadap kelompok gender yang berbeda.
4) Menggunakan Analisa gender dalam upaya memonitor pelaksanaan kebijakan Sekolah dari Rumah, dengan melibatkan lembaga think tank atau universitas untuk melihat dampak yang diharapkan dan yang tidak diharapkan pada siswa perempuan dan laki-laki , orang tua murid, selama pemberlakuan belajar dari rumah.
H. Kementrian Kesehatan
1) Melakukan pendataan pasien covid 19 dengan menggunakan data terpilah umur, gender, dan kategori lainnya, sebagai basis data based yang bisa dianalisis tingkat kecenderungan pasien, dan khususnya memberikan perhatian pada pasien perempuan yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi selama masa isolasi
2) Memberikan perhatian khusus kepada pasien Covid 19 yang sedang mengalami masa kehamilan, menyusui, atau memiliki masalah reproduksi lainnya tetap mendapatkan layanan secara komprehensif, termasuk pasien yang mengalami kekerasan berbasis gender
3) Memastikan layanan kesehatan reproduksi dan seksual tetap ada di semua rumah sakit, puskemas, klinik dan yang lainnya yang sedang difokuskan kepada Pasien Covid 19, dan tidak melakukan pemotongan anggaran pada layanan kesehatan reproduksi menggunakan data pilah antara perempuan dan laki-laki dalam penanganan covid19
4) Melakukan perlindungan kepada tenaga medis perempuan dengan memperhatikan Alat Pelindung Diri yang sesuai dengan ukuran badan tenaga medis perempua, sehingga kerentanan tertular virus bisa diantisipasi
I. Kementrian Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
1) Mensosialisasikan dan mendorongkan penggunaan Perka BNPB No. 13 tahun 2014 tentang PUG dalam Kebencanaan untuk dipakai sebagai landasan hukum dalam pengambilan kebijakan dan penentuan intervensi program dan anggaran di enam kementerian dibawah kordinasinya
2) Memfasilitasi pembentukan “Satu Data” untuk penerima bantuan sosial dalam program apapun dibawah kementerian lembaga dalam kordinasi PMK, Memastikan bahwa setiap kementrian dibawahnya menggunakan perspektif gender dalam membuat dan melaksanakan program kerjanya.
J. Kantor Staf Presiden
1) Melakukan monitoring berkala, dengan bekerjasama dengan lembaga penelitian untuk melihat tingkat effektifitas dan dampak dari kebijakan, program dan penanggaran PUG dalam merespon Covid 19, agar bisa dilihat antra dampak dan input yang diberikan oleh Kementerian lembaga dan badan-badan terkait.
2) Menjadikan kasus-kasus pengaduan yang ditangkap oleh program SEJIWA untuk melihat keterkaitannya dengan pengaruh dominasi (kekuasaan) satu kelompok terhadap kelompok yang lain sebagai pondasi untuk merevisi kebijakan yang tidak sesuai dan tidak memiliki kepekaan pada keragaman gender, disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
3) Bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme memastikan upaya penanganan Covid 19 mampu mengantisipasi upaya manuver gerakan radikal dan ekstrimisme untuk mendorong rekrutment baru atau delegitilasi pemerintah. KSP dan BNPT bisa melakukan pemantauan narasi-narasi radikal yang berkembang di media sosial, dan merencanakan mitigasi peningkatan radikalisme dan ekstrimisme dalam kondisi krisis.
K. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI)
1) Memfokuskan pada pemantauan kebijakan-kebijakan yg relevan dengan pencegahan covid 19 agar berjalan dengan menggunakan prinsip HAM, keadilan gender, dijalankan dengan efektif, adaptif dengan kebutuhan lokal, partisipatoris dan mempertimbangkan segala bentuk kerentanan di masyarakat, dan menggunakan semua kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat, untuk sinergi merespon Covid 19
2) Menunda pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU Omnibus Law, RUU KUHP, RUU Masyarakat Adat , RUU Ketahanan Keluarga, RUU Perlindungan pemuka agama dan yang lainnya,) yang membutuhkan masukan publik dan memastikan semua tahapan pembuatan perundang-undangan dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi bermakna masyarakat seperti Mendorong efisiensi alokasi dan penggunaan anggaran penanganan kekerasan terhadap perempuan
***
Nara Hubung:
1. Mike Verawati, Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (081332929509)
2. Listyowati, Ketua Kalyanamitra (081380164654)
3. Ruby Kholifah, Country Representative AMAN Indonesia (081289448741)
Lembaga-Lembaga yang Hadir dalam Pertemuan Pokja:
1. CIS Timor NTT 2. GUSDURian Pandeglang 3. HSE Indonesia Jawa Timur 4. IAIN Langsa 5. Universitas Esa Unggul Jakarta 6. Save the Children 7. Rutgers WPF Indonesia 8. FISIP UNTAN Kalimantan Barat 9. PSGA Institut Agama Islam Ibrahimy Jawa Timur 10. BAPPENAS Banten 11. WYDII Jawa Timur 12. Balai Syura Aceh 13. Young Men Christian Association Medan 14. Seknas Koalisi Perempuan Indonesia 15. PERUATI Jawa Barat 16. Advokat Sumatera Utara 17. APEL Jawa Timur 18. Rahimbumi Kalimantan Selatan 19. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 20. Lingkar Belajar untuk Perempuan (LIBU PEREMPUAN) Palu 21. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 22. Yayasan Sikola Mombine Sulawesi Tengah 23. BKKBN Lampung 24. Infest Yogyakarta 25. OXFAM 26. Universitas Padjajaran Bandung 27. Kartini Manakarra Sulawesi Barat 28. Stapa Center Jawa Timur 29. UIN Bandung 30. UIN Ampel 31. Komnas Perempuan 32. Kalyanamitra 33. SPP Bunda Kreatif Sulawesi Tengah 34. Dinas Pendidikan Jawa Timur 35. GWG Yogyakarta 36. Perempuan Bergerak Jawa Timur 37. Perempuan Mandiri Nusantara Jawa Timur 38. SMPN 1 Tegalsari Jawa Timur 39. Mahasiswa DKI Jakarta 40. Sekretariat SDGs 41. Dinsos PPPA Jawa Timur 42. Dinas Pendidikan Kab. Banyuwangi 43. Northwestern University 44. Tim Teknis PUG Jawa Timur 45. Alumni Kajian Gender UI Ciputat 46. Menko PMK 47. KPI Jember 48. DP3AP2 Yogyakarta 49. Perkumpulan Sada Ahmo Sumatera Utara 50. Kabid KG Dinas P3AK Jawa Timur 51. Rifka Anisa 52. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Sulawesi Utara 53. Persatuan Perempuan Peduli Pancasila Jakarta 54. Universitas Jember 55. Pemerhati Gender Jawa Barat 56. IKA PMII Jember 57. Gender Working Group Yogyakarta 58. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 59. Rumah Anggrek Perlindungan HAM Perempuan dan Anak Papua Barat 60. YAPESDI 61. Dinas KB P3A Kab.Gresik 62. TP PKK Kab. Banyuwangi 63. Erasmus University Rotterdam 64. Universitas Wirajaya Jawa Timur 65. Universitas Brawijaya Jawa Timur 66. Api Kartini NTB 67. Gita Pertiwi Jawa Tengah 68. Chanel 801 Jawa Barat 69. Universitas Negeri Malang 70. Komunitas Pelangi Kalimantan Selatan 71. Yayasan Pulih 72. Institut Pertanian Bogor 73. LP3A Universitas Muhammadiyah Malang 74. SPEKHAM Jawa Tengah 75. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jawa Timur 76. Garnita Malahayati NTB 77. DP3AKB Aceh 78. Poltek STIA LAN Jakarta 79. BPBD Bengkulu Utara 80. Universitas Bengkulu 81. UGM 82. AIDA DKI Jakarta 83. Yayasan Gita Pertiwi Jawa Tengah 84. Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur 85. Idea Yogyakarta 86. LPSDM NTB 87. Profesional DKI Jakarta 88. UIN Malang 89. KPI Jakarta 90. WVI Jakarta 91. DP2KBP3A Kab. Bone Bolango Gorontalo 92. Dinas Sosial P3A Provinsi Gorontalo 93. JRS Indonesia Jawa Barat 94. Kemenristek Jakarta 95. DP2AP2 Yogyakarta 96. PPGAPM Jawa Tengah 97. Dinas KB P3A Kab. Gresik 98. Dinas KB P3A Kab.Tulungagung 99. GMKI Kupang 100. Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur 101. Mahasiswa S2 Jawa Tengah 102. Pusrehab Kemhan Jakarta 103. Komunitas Peace Maker Kupang 104. Ketua PSGA UIN Sumatera Utara 105. BPBD Kab. Karawang 106. PPGAPM UNSOED Jawa Tengah 107. Human Initiative Jakarta 108. Kel. Lugosobo Kec. Gebang Kab. Purworejo 109. Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur 110. CIS Timor NTT 111. SPBSS Jawa Timur 112. FPRB Jawa Timur 113. KIAT Jakarta 114. DP3A&KB Sumenep 115. DP3AP2KB Jawa Tengah 116. Fasilitator PUG Jawa Timur 117. Yayasan Camar Sumatera Barat 118. Konsultan Gender Jakarta 119. PSGPA UHO Sulawesi Tenggara 120. AMAN Indonesia 121. Koalisi Perempuan Ronggolawe 122. Yayasan Siloka Mombine 123. JML-OXFAM Jakarta 124. ICRS-UGM Yogyakarta 125. Yayasan Siloka Mombine 126. SP Perdamaian Bunda Creative Sulawesi Tengah 127. IAIN Tulungagung 128. Perempuan Bergerak Jawa Timur 129. MDMC Tolitoli 130. GMNI Surabaya 131. Harmoni Jawa Tengah 132. IAIN Cirebon 133. Partner AIPJ Jakarta 134. PW Fatayat NU Jawa Timur 135. Ubaya Jawa Timur 136. SP Catur Manunggal Jawa Tengah 137. SPP Srikandi Yogyakarta 138. UNM Sulawesi Selatan 139. Mapensa Jawa Timur 140. Stapa Center Jawa Timur 141. UNSOED Banyumas 142. INFID 143. Fahmina Jawa Barat 144. Lapan Maluku 145. Lingkar Belajar Perempuan Sulawesi Tengah 146. Tara Institut Bima NTB 147. Tobelo Maluku Utara 148. KPKC GKI Papua 149. Komnas Perempuan 150. Kobeta Indonesia Jakarta 151. PSKP UGM Yogyakarta 152. Sekolah Perempuan Tasikmalaya 153. Neso Indonesia Jakarta 154. UNPAD Bandung 155. CSIS Jakarta 156. Mafindo Jakarta 157. Forum Pengada Layanan Aceh 158. Hapsari Lub
Pada tanggal 14 dan 15 Maret 2023, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Kalyanamitra, Oxfam di Indonesia, Asosiasi LBH APIK In...
[Jakarta, 10 Maret 2023] - Kriminalisasi pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar dengan dalih pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi alar...
[SIARAN PERS] Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP):
Pentingnya Peran Multipihak Untuk Mendukung Percepatan Implementasi UU TPKS Demi Mewujudkan Keadilan Bagi Kor...
[PRESS RELEASE] On the International Day for the Elimination of Violence Against Women 2022:
UNITE TO END VIOLENCE AGAINST WOMEN & GIRLS!
The 16 Days of Activism against Gender-Based...