Deskripsi
Politik bagi kaum perempuan Indonesia bukanlah hal yang baru, karena sejak kolonisasi Belanda hal itu telah mereka perjuangkan. Dengan masuknya gagasan demokrasi ke Hindia Belanda yang dibawa oleh kaum kolonial awal abad 19, kemudian di Indonesia marak wacana dan praktik politik yang menuntut kebebasan dan kemerdekaan dari penjajahan. Berbarengan dengan keadaan itu, perjuangan politik perempuan mencapai titik konsolidasinya saat berlangsung Kongres Perempuan I di Jogjakarta pada 22-25 Desember 1928. Kongres ini terjadi beberapa bulan setelah Kongres Pemuda, 28 Oktober 1928, yang menegaskan pentingnya Indonesia yang bersatu, berdaulat, dan merdeka. Tentulah bagi kaum perempuan Indonesia dan gerakannya, kongres itu menjadi tonggak sejarah yang sangat penting dan menentukan dalam menandai dinamika politik perempuan masa pra kemerdekaan (SusanBlackburn, 2004: 11-31). Dan secara lebih spesifik, keputusan politik yang tekstual diambil pada Kongres Perempuan Indonesia di Bandung pada Juli 1938.
Dalam konteks demokrasi, maka hak politik (memilih dan dipilih) di Indonesia mulai berlaku sejak pemerintahan Soekarno-Hatta hingga pemerintahan saat ini. Pemilu yang pertama dilaksanakan pada masa Soekarno-Hatta tahun 1955 hingga berakhirnya kekuasaan mereka pada 19652. Kemudian pemerintahan Orde Lama tersebut digantikan oleh pemerintahan Orde Baru, yang melakukan beberapa kali Pemilu (1971-1997). Bagi kaum perempuan Indonesia dan gerakannya, pencapaian berkali-kali Pemilu yang ada itu, baik dari sisi kuantitas dan kualitas politik perempuan, belumlah memadai.